Pak Bourdain, ini tulisan untuk Anda
Waktu Anthony Bourdain pergi ke Jawa
Barat, dia menyempatkan diri mencoba dodol Garut. Iya, serius.
Setelah dikunyah beberapa detik, tanggapannya: “Yeah I think this is gonna be my last time eating this”
BAH!
***
Jujur saya agak bingung kalau
harus menulis siapa inspirasi saya.
Pertama, karena ada banyak orang yang menginspirasi saya, dan yang
kedua, kadang saya berubah pikiran terhadap orang yang menginspirasi saya. Tapi kalau harus dipaksa memilih, saya bisa
cerita sedikit tentang Anthony Bourdain; bapak-bapak ganteng yang lusa kemarin
saya tulis sedikit di dalam blog saya. Siapa
dia? Kenapa dia?
***
Anthony Bourdain dulu seorang chef di berbagai restoran terkenal di
dunia. Sayangnya dia pernah menjadi
pemakai heroin dan kokain. Di waktu
umurnya hampir kepala empat, dia dipecat dari tempat kerjanya. Punya utang banyak. Pengangguran.
Di masa-masa yang gelap inilah
dia kemudian iseng-iseng menulis tentang pengalaman dan sudut pandangnya
sebagai chef di majalah The New
Yorker. Artikelnya yang berjudul Don’t Eat Before Reading This tiba-tiba menjadi
pembalik nasibnya 180 derajat. Selain
piawai di dapur, ternyata dia pintar menulis.
Semenjak itu, ia mulai menulis banyak artikel tentang makanan di majalah
yang sama. Tidak lama, ia menulis
bukunya yang terkenal berjudul Kitchen
Confidential: Adventures in the Culinary Underbelly.
Singkat kata, dia jadi
terkenal. Dia memperoleh kesempatan
untuk jadi host acara TV-nya sendiri
berjudul A Cook’s Tour, dilanjutkan
dengan No Reservations, dan yang
terakhir dan masih diputar di CNN, Parts
Unknown.
***
Yang bikin saya kesengsem dengan
Anthony Bourdain itu unsur keberaniannya
untuk pergi dari zona amannya para food
critic: makanan barat. Dia pernah pergi
ke salah satu negara di Afrika untuk makan daging trenggiling, ke Thailand
untuk makan lou (sup yang terbuat
dari darah segar babi), hingga balut (masakan
Filipina yang dibuat dari fetus bebek).
Jijik ya?
Intinya, saya jadi tertantang
untuk mengeksplorasi makanan yang bukan dari Indonesia gara-gara Anthony
Bourdain. Saya jadi rajin memasak
resep-resep dari negara lain yang bahan-bahannya bisa saya cari di Indonesia;
saya belajar banyak tentang istilah-istilah di dunia masak memasak. Bahkan saya sempat pergi ke beberapa tempat yang pernah dikunjunginya. Pokoknya dunia ini jadi lebih punya arti (???).
Saya sedang mengikuti acara TVnya
yang terbaru, Parts Unknown. Di acara ini dia berada di bawah naungan
CNN. CNN itu lebih banyak mengurusi
berita-berita politik. Kenapa mereka
repot-repot membuat acara icip-icip? Nah
di sini letak pembaruan yang dilakukan Anthony Bourdain. Dia menggunakan makanan sebagai konteks di
mana dia bisa bercengkerama dengan orang-orang penting; bahkan cenderung
berbahaya. Di episode Russia, dia
mewawancarai Boris Nemtsov; politisi dari partai liberal Russia yang aktif
menyuarakan kritiknya terhadap Putin. Tak
dinyana-nyana, tidak sampai setahun dari episode tersebut ditayangkan, Nemtsov ditembak mati oleh orang tak dikenal di Moskow.
***
Seberapapun besar admirasi
saya terhadap Anthony Bourdain, saya juga nggak sreg dengan eksotisasi yang
dilakukannya terhadap dunia timur. Ya, dia memang pergi hampir ke semua penjuru
dunia dan berusaha untuk mempromosikan bahwa makanan itu nggak cuma burger and fries. Tapi caranya dia mengemas acaranya bagi saya
sedikit banyak seperti nostalgia kolonialisme.
Orang-orang yang diwawancarainya lebih banyak berasal dari kalangan
menengah ke atas, berbahasa Inggris, punya bisnis besar dan bisa ngomong
tentang politik. Padahal itu sangat
tersegmentasi. Hal ini yang saya coba
untuk lihat dengan kacamata yang lebih kritis: Siapa yang Bourdain wawancarai? Konteks
apa yang melingkupi?
Lelaki kulit putih, pergi ke
Indonesia. Mencoba dodol. Terus dimuntahkan lagi. Bah!
Haha baru dodol garut sdh dimuntahkan.gmn kalau disodori sagu :|
ReplyDelete