Popular posts from this blog
Tentang Rasa, Tentang Saya
Saya nggak ingat persis kapan mulai belajar memasak, tapi bisa saya pastikan siapa penyebabnya: Sisca Soewitomo. Hampir tiap minggu saya nggak pernah absen untuk duduk manis di depan televisi dan menyaksikan Aroma di Indosiar. Ujung-ujungnya, ibu saya yang kena apes karena anak perempuannya sering ngomel kalau makanannya nggak seperti masakan Sisca Soewitomo. Aduh! Dunia tata boga itu semacam tempat berlindung saya ketika hidup ini sedang penat; bisa jadi sarana meditasi untuk cari inspirasi, atau wujud kegembiraan ketika hati sedang senang. Hobi memasak saya ini lambat laun berkembang menjadi ketertarikan di dunia rempah-rempah, makanan internasional, dan yang akhir-akhir ini sering saya intip adalah sejarah makanan di Indonesia. Karenanya, masalah tata boga itu bukan sekedar icip-icip, tapi bisa jadi meluas ke mana-mana, dari masalah jender sampai politik (praktis). Misalnya, kenapa angkringan itu cenderung banyak ditongkrongi laki-laki...
Bahasa (dan) Perang
Disclaimer: Riset kecil-kecilan dan asal-asalan yang saya lakukan ini cuma gothak-gathuk saya aja, berdasarkan arsip-arsip yang saya temukan di internet. Kemungkinan banyak opini saya yang ngawur. Maafkan saya. *** Tanpa kemampuannya berbahasa Melayu dan Arab, Snouck Hurgronje tidak mungkin bisa diterima oleh masyarakat Aceh dan Belanda tidak mungkin bisa menguasai daerah ini. Tanpa kefasihannya berbahasa Indonesia dan Jawa, Benedict Anderson tidak mungkin bisa menulis buku-bukunya tentang Indonesia. Tanpa keahliannya berbahasa Jawa halus, Franz Magnis-Suseno tidak mungkin menulis buku Etika Jawa-nya. Dan mungkin, tanpa adanya ahli bahasa Indonesia di tentara Australia, mungkin mereka nggak akan sesukses itu memporak-porandakkan Timor-Timur. *** Dari pengalaman saya belajar dan bekerja di ranah EFL (English as Foreign Language ), akuisisi bahasa ( language acquisition) itu nggak pernah netral. Para tetua saya yang ahli di bidang ini selalu meneg...
Comments
Post a Comment